Sejarah Perang yang Seru dan Edukatif
Awalnya tujuan saya dan istri melancong ke Vietnam Agustus lalu adalah mengunjungi Halong Bay. Namun karena pertimbangan jarak dan cuti yang terbatas, kami memutuskan ke Ho Chi Minh City yang lebih dekat. Kota yang juga dikenal dengan nama Saigon ini mengemas sejarah kelam perang Vietnam menjadi wisata yang seru dan edukatif.
Tiba di Bandara Internasional Tan Son Nhat saat malam, kami langsung menuju Pham Ngu Lao Street. Seperti pusat backpackers lainnya, area ini penuh dengan wisatawan dari seluruh dunia. Kafe, restoran, toko suvenir, spa, hingga pedagang kaki lima membuat kawasan ini tak pernah sepi. Karena tak ingin terganggu keramaian dan dentuman musik tempat hiburan, kami mencari penginapan di Quang Dau Street.
Salah satu sudut Pham Ngu Lao Street |
Lelah setelah menempuh perjalanan yang lama (transit di Jakarta dan Singapura) tak membuat kami lantas beristirahat. Malam itu kami menyusuri Pham Ngu Lao serta jalan di sekitarnya seperti Bui Vien Street dan De Tham Street. Tak lupa mencicipi street food yang banyak dijajakan.
Keseharian warga lokal |
Warung kopi pinggir jalan di Pham Ngu Lao |
Karena terbatasnya waktu, saya sengaja menyusun itinerary yang padat saat mengeksplorasi Ho Chi Minh City. Hari pertama kami mengunjungi Ben Thanh Market, pasar tradisional yang banyak berisi turis bule. Pasar ini dikenal dengan bangunan jam besar. Produk yang dijual beraneka macam. Mulai pakaian, kerajinan, hingga kebutuhan sehari-hari.
Bundaran Ben Thanh Market |
Pengendara motor di Ho Chi Minh City, hobi lawan arus dan terobos lampu merah hehehe… |
Lalu lintas semrawut di Ho Chi Minh City |
Bundaran Ben Thanh yang selalu ramai |
Berikutnya kami ke City Hall. Gedung artistik bergaya kolonial Perancis ini masih digunakan sebagai kantor pemerintahan sehingga pengunjung tidak diperbolehkan masuk, bahkan berfoto di depannya pun dilarang ! Tempat foto berada di seberang gedung, tempat patung Paman Ho berada. City Hall sebenarnya lebih bagus dilihat saat malam karena lampu-lampu di gedungnya yang menyala. Suasananya mirip di Eropa.
Patung Uncle Ho dengan latar belakang City Hall |
Berfoto bersama istri di depan patung Uncle Ho |
Reunification Palace menjadi tujuan kami berikutnya. Bekas istana Kepresidenan Republik Vietnam Selatan ini menjadi bagian sejarah Vietnam. Di halaman gedung, ada 2 tank yang dulu digunakan untuk menerobos pintu gerbang. Peristiwa itu dikenal sebagai Hari Kemenangan Vietnam Utara atas Vietnam Selatan.
Interior Reunification Palace |
Jalan-jalan di Reunification Palace |
Gedung 5 lantai ini berisi ruang pertemuan, ruang makan, hingga ruang kerja para pejabat Vietnam jaman dulu. Diatasnya bahkan ada helikopter yang nangkring di helipad. Sayang, keterangan yang terpampang pada sejumlah bagian gedung kurang jelas.
Taman depan Reunification Palace yang asri |
Dari Reunification Palace, Jade Emperor Pagoda menjadi destinasi berikutnya. Lokasinya agak jauh, di Distrik 3. Di tempat ibadah umat Buddha yang penuh wisatawan ini, ada patung Kaisar Jade (Dewa Surga) beserta para pengawal di aula utama. Jade Emperor Pagoda yang dibangun sejak 1909 juga dikenal dengan kolam penyu sebagai simbol panjang umur di halaman depan.
Jade Emperor Pagoda |
Turis di depan Jade Emperor Pagoda |
Umat berdoa di Jade Emperor Pagoda |
War Remnants Museum menjadi destinasi yang paling mengesankan kami di hari pertama. Museum 3 lantai ini dihiasi dengan koleksi peralatan militer Amerika Serikat di depannya. Mulai dari pesawat tempur, helikopter, tank, hingga meriam. Di dalamnya ada koleksi foto, senjata, hingga pakaian perang Vietnam. Foto dan caption di bawahnya mendeskripsikan kekejaman perang Vietnam. Ada foto tentara Amerika yang menyerbu pemukiman, menyeret, hingga membunuh gerilyawan dan penduduk. Ada pula foto para korban perang Vietnam tanpa sensor !
Foto-foto korban perang Vietnam di War Remnants Museum |
Tank,, meriam, pesawat, hingga helikopter bekas perang |
Add caption |
Naik cyclo di depan War Remnants Museum |
Pengelola tur sengaja mengatur waktu kunjungan ke Cao Dai Temple bersamaan dengan ritual para pengikut Caodaism. Atraksi utama adalah menyaksikan ibadah para pengikut ajaran sinkretisme ini. Cao Dai menggabungkan kepercayaan Buddhisme, Taoisme, Konfusianisme, dan Katolik Roma. Petugas kuil akan mengarahkan pengunjung ke lokasi memotret yang disediakan agar tak mengganggu ritual. Dari lantai atas, wisatawan leluasa menyaksikan ratusan pemeluk Cao Dai melakukan ritual dengan gerakan, nyanyian, dan puji-pujian khas. Atraksi ini belum tentu bisa ditemukan di tempat lain.
Ritual pengikut Cao Dai bisa disaksikan langsung wisatawan |
Cao Dai, kepercayaan yang menggabungkan berbagai agama |
Penjaga Cao Dai Temple sekaligus pemandu bagi wisatawan |
Ritual doa di Cao Dai Temple |
Umat bersantai di Cao Dai Temple |
Cu Chi Tunnel mampu memberikan gambaran riil Perang Vietnam. Terlebih setelah wisatawan mendapatkan gambaran awal di War Remnants Museum. Sistem terowongan yang menjadi sarana pertahanan gerilyawan saat perang Vietnam ini memiliki panjang 250 kilometer hingga perbatasan Kamboja. Di dalamnya bak kota bawah tanah. Ada banyak cabang yang difungsikan sebagai tempat tidur, dapur, ruang rapat, hingga rumah sakit.
Mencoba lubang persembunyian Vietcong di Chu Chi Tunnel |
Tank Amrik yang dihancurkan tentara Vietcong |
Replika jebakan mematikan yang dibuat tentara Vietcong |
Menembak di Firing Range, banyak melesetnya hahaha… |
Jangan Pakai AK 47 !
Namun guide mewanti-wanti agar kami tak memakai AK 47 untuk menembak. Alasannya ukuran senapan dan peluru yang digunakan berbeda. Sehingga senapan rawan macet dan berbahaya. “AK 47 buatan Rusia, tapi peluru yang dipakai disini diimpor dari Tiongkok. Ukurannya berbeda,” tegasnya.
- Hati-hati saat menyeberang jalan. Seluruh jalanan dipenuhi sepeda motor yang pengendaranya tak tertib. Tak kenal lampu merah, gemar melawan arus, suka ngebut, hingga main klakson. Agar aman, berikan tanda atau menyeberang bersama warga lokal.
- Hati-hati dengan penarik cyclo (becak berpenumpang satu) di depan War Remnants Museum. Saya kena tipu oleh 2 penarik cyclo. Setelah sepakat dengan tarif VND 100.000 untuk 2 cyclo ke 2 lokasi berbeda, di tengah jalan mereka memaksa dibayar VND 100.000 per cyclo. Saya protes dengan turun di jalan, mereka pun mengalah. Pada akhirnya mereka hanya mengantarkan kami ke satu destinasi dan justru marah-marah saat diprotes.
- Waspada dengan aksi copet di Ho Chi Minh City. Meskipun tidak mengalami, sejumlah warga lokal di lokasi wisata berkali-kali mengingatkan saya terhadap aksi para pencopet.
- Sebagian besar sopir taksi tidak bisa berbahasa Inggris. Untuk mempermudah komunikasi, bawalah buku traveling atau browsing gambar tempat tujuan di internet. Setelah ditunjukkan gambar, biasanya mereka mengerti.
- Semua museum di Ho Chi Minh City tutup pukul 12.00 dan buka lagi jam 13.30. Waktu buka tutup ini harus dipertimbangkan dalam menyusun itinerary untuk menghemat waktu.
Tinggalkan Balasan