Dikunjungi Pelancong Asing, Jadi Tempat Arisan
Desa wisata disukai karena menawarkan atraksi berbeda dari destinasi mainstream. Pengembangan 126 desa wisata di provinsi ini menjadi jurus ampuh mengangkat ekonomi kerakyatan. Sejumlah desa wisata di Jawa Tengah dikenal hingga mancanegara. Perputaran uang disana bisa mencapai ratusan juta per bulan.
Pentas Legenda Ande-Ande Lumut di Grojogan Klenting Kuning |
Yuyu Kangkang, sang penunggu sungai meminta imbalan ciuman untuk menyeberangkan Klenting Kuning ke seberang. Namun gadis berpenampilan lusuh itu menolak. Dia lantas memukulkan cambuk ke sungai hingga air surut. Yuyu Kangkang pun ketakutan dan segera membantu Klenting Kuning menyeberang.
Adegan tadi tidak berlangsung di panggung pertunjukan. Para pelakon yang memvisualisasikan cerita legenda Ande Ande Lumut tersebut menampilkan aksi di bawah Grojogan Klenting Kuning, Desa Wisata Kemawi, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang. Para pemainnya warga desa tersebut. Ada juga pemain gamelan, pemandu wisata, dan penjaga tiket masuk.
Mereka beraksi karena hari itu, Minggu (8/11) ada tamu spesial. Dua grup wisatawan ibu-ibu Dasawisma Halmahera dan Tlogosari, Kota Semarang. Selain menikmati keindahan alam dan kisah Ande Ande Lumut, 60 wisatawan tersebut juga diajak mencicipi menu ndeso. Pengunjung disuguhi sayur Bobor Centhung yang dibuat dari daun labu siam, jipang, dan campuran daun adas. Minumnya Teh Klethus, teh tawar yang diseruputsambil mengulum gula aren,
Inilah salah satu contoh kemajuan pariwisata di Jawa Tengah. Desa wisata yang mayoritas warganya petani itu menawarkan atraksi berbeda dengan destinasi mainstream. Kearifan lokal ditampilkan. Para pelancong diajak berinteraksi dengan kehidupan warga desa. Pemberdayaan masyarakat juga dilakukan secara gayeng. Hasilnya perekonomian setempat terangkat.
Salah seorang penggagas Desa Wisata Kemawi adalah Sulistiono, 40. Laki-laki berambut gondrongini menjabat Seksi Pengembangan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Grojogan Klenting Kuning. Pokdarwis yang beranggotakan 20 orang menggabungkan keindahan alam Grojogan Klenting Kuning dengan wisata budaya. Yaitu mengangkat legenda Ande Ande Lumut. “Sebenarnya potensi alam sudah ada sejak dulu. Dulu namanya Kali Kuning. Sejak 2010, kita sepakat mengemas bareng-bareng setelah berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, lalu kita beri nama Grojogan Klenting Kuning,” katanya.
Para pemuda desa sebelumnya hanya menjual wisata alam air terjun. Mereka menarik tiket masuk dan parkir pengunjung. Sejak Agustus 2014 setelah Pokdarwis dikukuhkan, destinasi tersebut digarap lebih serius lagi. Dana yang terkumpul dari kontribusi pengunjung digunakan untuk penataan area wisata. “Kami bergotong royong membangun gazebo, mendirikan toilet, pengadaan gamelan, menambahkan sejumlah tanaman dan sebagainya,” kata dia. Sejumlah warga juga memberikan dana tambahan secara sukarela. Masyarakat setempat belum sekalipun memperoleh bantuan dari pemerintah.
Akhir bulan lalu, mereka menambahkan atraksi legenda Ande Ande Lumut bagi grup wisatawan.
Kini, wisata Grojogan Klenting Kuning tersebut bisa mendatangkan 100 – 300 wisatawan saat hari kerja, dan meningkat menjadi 300 – 500 wisatawan saat weekend.
Sulistiono menceritakan, awalnya tak mudah mengajak warga untuk bersama-sama mengembangkan desa wisata. “Ada beberapa warga yang memiliki pola pikir berbeda. Butuh ketelatenan dan pendekatan lebih. Kami tak lelah melakukan sosialisasi bahwa ada potensi besar yang bisa mengangkat ekonomi desa,” ungkapnya.
Kini hasil pengembangan potensi desa tersebut sudah bisa dinikmati. Dengan banyaknya pengunjung datang, warga bisa melakukan pembenahan lingkungan, membangun jalan, memperbaiki masjid, dan sebagian dari mereka yang menjadi pelaku wisata mendapatkan penghasilan. “Setiap tahun kami juga membantu dana untuk pelaksanaan merti desa,” katanya.
Wisatawan yang datang rata-rata terkesan. Mahyani, anggota Dasawisma Halmahera mengaku senang berkunjung ke desa wisata. “Rasanya senang lihat yang hijau-hijau. Apalagi ada air terjunnya yang terasa segar,” katanya. Hari itu, dia dan rombongan mengambil paket one day tourke 6 desa wisata di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga.
Retno Fajar Astuti, pengurus Dasawisma Halmahera mengaku senang dengan desa wisata yang menampilkan kearifan lokal sebagai nilai jual. “Selama ini kami beberapa kali jauh-jauh berwisata ke luar negeri, tapi ternyata di dekat kita ada daya tarik wisata yang tak kalah menarik,” ungkapnya.
Raih Penghargaan Nasional
Masih di Kabupaten Semarang, ada Desa Wisata Tanon yang terkenal hingga mancanegara. Letaknya ada di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan. Tanon lebih dikenal dengan sebutan Desa Menari. Disini, warga setempat menjual keunikan budaya dan potensi peternakan sapi perah kepada wisatawan. “Atraksi yang paling diminati adalah kesenian rakyat Tari Topeng Ayu. Selain itu kami juga menawarkan paket outbond ndeso, dolanan tradisional, pasar rakyat, hingga live in,” kata Ketua Pokdarwis Desa Menari, Trisno.
Perjuangan Trisno mengembangkan desa yang terletak 58 km dari Kota Semarang itu mendapatkan pengakuan nasional. Tahun ini dia menjadi pemenang Semangat Astra Terpadu untuk Satu (SATU) Indonesia Awards di bidang lingkungan. Saat koran ini berkunjung, sejumlah mahasiswa jurusan Geografi Universitas Indonesia (UI) menemui Trisno untuk studi banding.
Dia menjadikan pariwisata sebagai pintu masuk pemberdayaan masyarakat. Awalnya hanya wahana flying fox rancangan sendiri yang ditawarkan. Dengan melibatkan warga lokal, Trisno kemudian memadukannya dengan permainan tradisional seperti gobak sodor. Potensi peternakan juga dimanfaatkan dengan mengajak wisatawan memberi makan sapi, memerah susu, dan membuat sabun susu. “Awalnya tidak mudah mengajak masyarakat. Namun setelah saya tunjukkan, ini lho, seperti ini bisa jadi duit, mereka antusias,” ungkap Sekretaris Forum Komunikasi Desa Wisata Kabupaten Semarang ini.
Kini, Desa Menari didatangi 300 – 500 pengunjung sebulan. Sebanyak 99 persen memang wisatawan domestik. Namun promosi melalui media sosial mampu menarik beberapa kali kunjungan wisatawan mancanegara. Diantaranya dari Prancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, dan Australia. Dari kunjungan wisatawan, Trisno mengklaim hingga saat ini ada perputaran uang Rp 250 juta di dusun yang jarang tersentuh pembangunan tersebut.
Membicarakan desa wisata di Jawa Tengah tak bisa lepas dari sosok Yossiady Bambang Singgih. Dia adalah Pembina Desa Wisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Jawa Tengah.
Bang Yoss – panggilan akrab Yossiady menyebut desa wisata merupakan jurus ampuh untuk mengangkat ekonomi kerakyatan.
Dia mencontohkan di Desa Wisata Kemawi, ada potensi kesenian Jaran Kepang. Potensi tersebut lantas dipadukan dengan daya tarik Grojogan Klenting Kuning. “Disini masyarakatnya bisa kesenian Jaran Kepang, masak mereka hanya jadi penonton saat banyak wisatawan datang,” kata pemilik Yoss Tour Community (YTC) ini.
Ide membawakan legenda Ande Ande Lumut datang dari Sendratari Ramayana yang tampil di Candi Prambanan. “Sendratari Ramayana menggunakan Candi Prambanan sebagai media, mengapa disini tidak memakai air terjun sebagai media pementasan Ande Ande Lumut. Toh itu sudah menjadi cerita rakyat juga,” tandas peraih Penyuluh Teladan Nasional (1991), Motivator Teladan Nasional (1993), dan Penggerak Swadaya Masyarakat Nasional (1995) ini.
Dia menambahkan jika tak diwadahi, bukan tidak mungkin para pelaku kesenian mengamen di jalanan saat sepi tanggapan. “Daripada ngamen di lampu merah, lebih baik ngamen di desa sendiri,” ujarnya. Dengan adanya pertunjukan, pemasukan bagi warga desa juga bertambah, tak sekedar dari tiket masuk dan parkir saja.
Yoss mengatakan minat wisatawan ke desa wisata juga semakin meningkat. Kini mereka tak sekedar berwisata, tapi juga menggelar arisan, meeting, dan reuni keluarga di desa wisata. “Saya beberapa kali membawa grup yang menggelar acara pelepasan bagi pejabat yang pindah tugas. Acaranya bukan di hotel atau restoran, tapi di desa wisata,” papar penggagas program Wisata Hati Jelajah Desa Wisata Jateng ini.
Bahkan dia pernah membawa grup wisatawan dari Medan, Bogor, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Bali. “Ada juga turis Singapura dan Korea Selatan yang berkunjung ke sejumlah desa wisata. Mereka tahu karena saya berpromosi lewat facebook,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, agar desa wisata bisa dijual, haruslah memiliki potensi. Baik keindahan alam, kekayaan budaya, maupun industri kreatif. “Setelah tahu ada daya tarik yang layak diangkat, baru kita poles. Warga juga harus diberi motivasi dan diajak kerja bareng. Kita bangkitkan semangat gotong royong agar tidak punah,” imbuhnya. Biasanya setelah masyarakat merasakan manfaat pengembangan desa wisata, mereka akan nyengkuyung bareng.
Harus Punya Paket Atraksi Wisata
Kasi Pengembangan Produk Pariwisata Dinbudpar Jateng, Prambudi Trajutrisno mengatakan banyak desa wisata yang mampu menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Hal itu tampak dari banyaknya wisatawan yang sudah mem booking untuk berkunjung sejak jauh-jauh hari.
Beberapa diantaranya adalah desa wisata Samiran di Kabupaten Boyolali, Candirejo di Magelang, dan desa wisata di wilayah Solo Raya, Tegal, Brebes, Rembang, dan Kudus. “Bahkan ada homestay di Samiran yang per kamarnya dijual Rp 500 ribu juga habis disewa wisatawan,” tambahnya.
Dia menambahkan desa wisata diminati karena menawarkan kearifan lokal yang tidak bisa didapatkan jika berwisata di tempat lain. Di desa wisata, para wisatawan dapat melakukan kegiatan yang tidak bisa ditemui di kota. Diantaranya belajar memerah susu sapi, menanam padi, bergaul dengan warga sekitar, dan mencicipi makanan khas pedesaan.
Mereka juga bisa belajar membuat kerajinan khas dan menyaksikan atraksi kesenian. “Para wisatawan yang pergi ke desa wisata ini biasanya tidak cukup puas dengan objek wisata yang mainstream,” ungkapnya. Desa wisata juga digemari karena menawarkan wisata edukasi, serta dapat dijadikan penelitian.
Menurutnya agar tetap dikunjungi wisatawan, masyarakat di desa wisata harus mampu menjaga keramahan, sadar wisata, dan mengutamakan kebersihan. Mereka juga harus komunikatif agar para wisatawan merasa nyaman.
Prambudi melanjutkan dari ratusan desa wisata yang sudah ada di Jateng, sangat mungkin bertambah. Ini karena perputaran uang yang beredar di desa wisata cukup menggiurkan. Dia menyebutkan jika dikelola dengan baik dan ramai dikunjungi wisatawan, sebuah desa wisata mampu menghasilkan Rp 300 juta per bulan.
Meski begitu, desa harus memiliki syarat-syarat khusus untuk mampu dijadikan desa wisata. Diantaranya memiliki kearifan lokal, punya sesuatu yang bisa dijual, didukung “provokator” atau tokoh yang mampu membangkitkan potensinya, serta memiliki Pokdarwis yang terbentuk secara kelembagaan.
“Yang jelas agar bisa berhasil, pengaturannya harus jelas, ada paket atraksi wisata maupun aktivitas yang menarik. Atraksi yang ada dapat diperlihatkan secara rutin setiap hari. Yang tak kalah penting, masyarakatnya harus siap, termasuk dari sisi keamanan bagi wisatawan,” tandasnya
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Dinbudpar Jateng, Toto Riyanto mengatakan di provinsi ini ada sekitar 126 desa wisata. Pihaknya melakukan pendampingan dengan pembinaan manajemen desa, menggelar pelatihan bagi pengelola, dan memfasilitasi bahan promosi. “Ke depan kami akan menggelar familiarization trip agar desa wisata lebih dikenal biro perjalanan.
Selama ini juga telah terbentuk forum komunikasi desa wisata yang memungkinkan pengelola saling bekerjasama. Dia berharap seluruh Desa Wisata sudah memiliki Pokdarwis. Tak hanya itu, pihaknya juga membantu pengelola desa wisata dalam menata keamanan di desanya. “Kami membawa para tanker untuk digembleng mental dan fisiknya oleh aparat Brimob. Tujuannya agar kelak mereka mampu mengamankan desa wisata sekaligus wisatawannya,” paparnya.
Toto menyatakan untuk mengelola desa wisata dengan baik, masyarakat harus sadar jika sebuah destinasi menyangkut semua komponen. “Tidak hanya daya tarik wisatanya saja, sumber daya manusia nya juga harus disiapkan,” tandasnya.
Hingga akhir Oktober tahun ini, jumlah kunjungan wisatawan domestik ke Jateng mencapai 29 juta orang. Jumlah tersebut melebihi dari target 25 juta wisatawan selama 2015. Sedangkan kedatangan wisatawan mancanegara sudah mencapai 417 ribu orang dari target 350 ribu pelancong. (*)
· Tulisan ini meraih Juara Harapan III Lomba Jurnalistik tema “Jateng Gayeng dan Kemajuan Sektor Pariwisata di Jawa Tengah”, November 2015.
Fiki Ardiyanto says
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Desa Wisata, Jurus Ampuh Mengangkat Ekonomi Kerakyatan
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Indonesia yang bisa anda kunjungi di Informasi Seputar Indonesia