Samurai merupakan salah satu ikon budaya Jepang. Banyak orang salah sangka mengartikan Samurai sebagai pedang. Padahal sebenarnya Samurai adalah sebutan bagi aristokrat Jepang dari golongan ksatria. Sedangkan pedang panjang yang biasa dipakai Samurai disebut katana.
Semua berawal dari kegagalan saya dan istri mendapatkan tiket bus ke Kawaguchiko. Hari terakhir di Jepang rencananya akan kami isi untuk day trip, keluar dari Tokyo. Apalagi kalau bukan untuk melihat Gunung Fuji dari salah satu spot terbaik, Kawaguchiko Lake. Namun saya lupa kalau saat itu akhir pekan. Membeli tiket bus ke Kawaguchiko secara on the spot tanpa booking, tentu untung-untungan.
Sampai di Shinjuku Station, saya melongo karena tiket bus habis. Petugas stasiun kemudian menawarkan tiket kereta yang berangkat sore. Saya langsung menolak karena itu berarti kami harus menginap. Sedangkan esok hari, kami harus pulang ke Tanah Air.
Gagal melihat Fuji-san, saya memutar otak untuk mengisi waktu. Jalan-jalan ke Kabukicho menjadi pilihan. Meski sehari sebelumnya kawasan red light district tersebut sudah kami jelajahi. Jangan salah, meski dipenuhi bar, klab malam, dan love hotel, tak melulu bisnis esek-esek yang berada disana. Selain Robot Restaurant yang bangunannya cukup mencolok, tak jauh dari situ ada Samurai Museum.
Museum yang jaraknya hanya 10 menit berjalan kaki dari Shinjuku Station ini buka jam 10.30 hingga 21.00. Tiket masuknya 1.800 yen untuk dewasa dan 800 yen untuk anak usia 4-12 tahun. Masuk ke dalam museum, kami dan sejumlah wisatawan didampingi guide bernama Hiro.
Dalam tur berbahasa Inggris tersebut, Hiro menerangkan bagaimana kehidupan seorang Samurai di zaman dulu. Diantaranya tentang Bushido, jalan hidup Samurai. “Bushido melingkupi tata cara ksatria, kode etik, dan nilai moral samurai. Yaitu menekankan kesederhanaan, kesetiaan, pengusasaan bela diri, hingga kehormatan sampai mati,” katanya.
Di lantai 1 museum, pengunjung dapat melihat berbagai armor atau kostum perang, lengkap dengan kabuto atau helm Samurai. Berbagai baju pelindung ini dikenakan Samurai dari berbagai kelas yang berbeda.
Bentuk kabuto bermacam-macam. Mulai yang simpel hingga rumit. Kabuto juga diberi berbagai hiasan. Ada yang berbentuk tanduk, bulan sabit, kupu-kupu, hingga capung. “Elemen hiasan ini menyimbolkan sesuatu. Misalnya kabuto dihiasi telinga kelinci ini melambangkan kecepatan,” ujarnya.
Jika dilihat, bagian topeng Samurai ada yang dihiasi kumis. Hiro menjelaskan, elemen tersebut dipasang untuk menciptakan kesan seram dan mengintimidasi lawan. Sekedar info, di museum ini pengunjung diperbolehkan memotret, namun dilarang merekam menggunakan video.
Deretan baju perang dan kabuto koleksi museum ini berasal dari zaman Kamakura hingga Edo. Namun, sebagian besar dari masa Muromachi (1336-1573) dan Edo (1600-1968).
Hiro juga menjelaskan mengapa seorang Samurai mencukur habis rambut bagian atas dahi dan sisa rambut yang ada diikat keatas. Gaya rambut chonmage ini berfungsi menahan kabuto tetap di posisinya saat bertarung. “Juga agar Samurai tidak kepanasan karena memakai helm yang rapat,” ungkapnya.
Hiro yang ramah ini juga mengungkapkan perbedaan Samurai dan Ninja. Menurutnya, Samurai memiliki posisi lebih tinggi dibanding Ninja. Samurai memiliki status tinggi di masyarakat. Prajurit aristokrat ini juga pemilik tanah dan menjadi pemimpin masyarakat. Sebagai sosok ksatria yang berjasa bagi perkembangan Jepang di masa feodal, klan Samurai dipimpin seorang Shogun. Sedangkan Ninja lebih berfungsi sebagai mata-mata dan pembunuh bayaran.
Meski begitu, seorang Samurai bisa kehilangan posisinya saat tuan (Daimyo) meninggal atau kehilangan kehormatan. Samurai yang sudah tak memiliki Daimyo disebut Ronin. Tanpa kekayaan dan pendapatan tetap, Ronin kerap mencari uang dengan menjadi prajurit bayaran.
Di lantai 2 museum, pengunjung diajak melihat berbagai senjata yang digunakan Samurai. Selain katana, ada panah, tombak, maupun pedang kecil untuk harakiri. Mungkin tak banyak yang tahu, Samurai juga menggunakan senapan untuk bertempur. Sebab pada 1574, kapal Portugis terkena badai dan mendarat di Jepang. Saat itulah menjadi periode masuknya senjata api ke negeri matahari terbit.
Pengunjung Samurai Museum juga berkesempatan mencoba kabuto dan kostum Samurai secara gratis. Dengan biaya tambahan sekitar 32.000 yen atau Rp 4 juta, pengunjung juga bisa berfoto dengan kostum Samurai, lengkap dengan armor dan senjata. Pada jam tertentu, juga ada pertunjukan pertarungan Samurai dengan berbagai teknik pedang. Usai melihat-lihat koleksi museum, wisatawan juga bisa berbelanja di gift shop yang berada di dekat pintu masuk. (*)
Samurai Museum Tokyo
2-25-6, Kabukicho, Shinjuku-ku, Tokyo 160-0021
Tinggalkan Balasan